2011

SEJARAH MANDOMAI


Pada zaman dahulu, sekitar abad ke-15 Mandomai dan pada umumnya Kalimantan Tengah masih tergolong tempat yang masih murni yaitu masih berupa hutan belantara dan belum tersentuh oleh para pendatang. Penduduk aslinya ialah Suku Dayak Ngaju yaitu suku Dayak yang mendiami sepanjang bantaran sungai Kapuas dan kepercayaan yang di anut pun masih kepercayaan  Kaharingan yang artinya "Kehidupan". Suku Dayak Ngaju pada zaman dahulu merupakan salah satu suku terkuat yang melakukan budaya "Kayau" atau budaya berburu kepala, disamping Dayak Iban di Kalbar, Dayak Ot, Dayak Kenyah dan Dayak lainnya.

Rumah tempat tinggal suku Dayak Ngaju pada zaman dahulu ialah Rumah Betang atau dalam bahasa Dayak Ngaju Kapuas disebut "Huma hai". Rekonstruksi rumah ini seperti rumah panggung pada umumnya yang mempunyai tiang rumah yang tinggi kira-kira berukuran 10 meter dan panjang rumah sekitar 100 meter. Maksud orang Dayak pada zaman dahulu mendirikan rumah tinggi ialah untuk menghindari dari bahaya seperti binatang buas, banjir dan budaya kayau. Rumah Betang biasanya di huni 20 bahkan sampai 100 kepala keluarga, tergantung dari ukuran rumah Betang tersebut.

Pada zaman dahulu sebelum kedatangan para pendatang, Mandomai dahulu bernama Desa Tacang Tangguhan, sebuah desa kecil yang pada kala itu hanya terdapat beberapa rumah Betang. Masyarakatnya pun kala itu masih tergolong premitif, menggunakan baju dari anyaman rotan, kulit kayu maupun kulit hewan. Kegiatan masyarakatnya masih tergolong sederhana seperti berburu, nelayan sungai dan bertani. Budaya kayau (berburu kepala) pada saat itu pun masih dipegang teguh selain upacara tiwah (upacara kematian suku Dayak Ngaju), tatto, tari - tarian dan banyak lagi lainnya. Pada umumya orang Dayak Ngaju zaman dulu mempunyai ciri fisik berkulit putih, bermata sipit, tubuh tegap, menggunakan celana "ewah" yaitu balutan/selembar kain yang di julurkan di depan yang berfungsi untuk menutupi daerah genital, menggunakan kalung dari taring binatang buas, hiasan kepala berupa ikat kepala maupaun dari anyaman rotan yang dihiasi dengan bulu burung, senjata tradisionalnya berupa mandau, tombak, sumpit dan perisai (telabang).

Seiring dengan perkembangan zaman dan mulai memudarnya budaya kayau sekitar abad ke-18 setelah Rapat Perjanjian Tumbang Anoi, para pendatang mulai banyak berdatangan dan bermukim bersama masyarakat pribumi Kalimantan Tengah. Umumnya para pendatang dari Suku Banjar, Suku Jawa dan orang-orang Kolonial Belanda yang umumnya sebagai penguasa pada kala itu. Menilik sejarah Kampung Mandomai, Mandomai sejak zaman Kolonial Belanda sudah terkenal akan keramaian pelabuhannya, dan aktifitas penduduknya, sehingga pada saat itu pihak Zending menjadikan Mandomai sebagai pusat penyebaran agama Kristen Protestan diseluruh Kalimantan Tengah. Selain itu Mandomai juga merupakan tempat awal mula penyebaran agama Islam kepada orang Dayak Ngaju didaerah bantaran sungai Kapuas, dimana agama Islam disebarkan oleh para ulama asal Banjarmasin dan ulama Muhammadiyah asal Yogyakarta. Jadi artinya Kampung Mandomai sejak dulu sebagai pusat penyebaran 2 agama di Kalimantan Tengah.
Dengan kedatangan para pendatang secara tidak langsung membawa perubahan pola hidup masyarakat suku Dayak Ngaju mulai dari kepercayaan sampai sosial budaya. Efek nyata budaya luar yang diterima oleh suku Dayak Ngaju adalah masuk dan berkembangnya agama Islam di Mandomai pada abad ke-18 dengan berdirinya Mesjid Jami Al-Ikhlas yang merupakan mesjid tertua di bantaran sungai Kapuas dan Mesjid Muhammadiyah di Mandomai Hulu. Kemudian didaerah Mandomai Hilir berdiri Gereja Immanuel yang dijadikan Zending sebagai pusat penyebaran agama Kristen Protestan kepada orang Dayak Ngaju dan termasuk salah satu gereja tertua di Kalimantan Tengah. Seiring dengan membaurnya penduduk lokal dengan para pendatang, suku Dayak pun sudah kehilangan budaya Betangnya dimana para generasi Dayak sudah mempunya rumah sendiri - sendiri untuk setiap kepala keluarga. 
Di zaman sekarang, Para generasi keturunan asal Kampung Mandomai banyak melahirkan orang-orang yang sangat berpengaruh di Provinsi Kalimantan tengah, termasuk para pejabat-pejabat provinsi Kalimantan Tengah dikota Palangkaraya banyak keturunan asal Mandomai.

Tokoh legenda yang paling terkenal di Mandomai ialah "Raden Inyui Amoi Gilang" dimana ia dipercaya sebagai pendiri kampung Mandomai. Ia adalah seorang lelaki Dayak Ngaju yang gagah perkasa, mempunyai kesaktian yang tinggi, ramah, sopan, berani yang karakternya menggambarkan ciri khas orang Dayak sang penakluk rimba. Tempat makam Raden Inyui terletak di Mandomai Hulu berupa Sandung (makam kepercayaan Kaharingan) dan kini namanya di jadikan nama sebuah jalan di Mandomai yang di kenal dengan jalan R.I.A Gilang. Kemudian di Mandomai hulu masih terdapat sisa Rumah Betang yang masih berpenghuni yang sekarang dijadikan salah satu cagar Budaya Dayak Kab.Kapuas yang masih tersisa. Terdapat juga Sandung Tahutun Pantar yg mana disandung tersebut bertuliskan tahun 1735 yang dapat dijadikan tolak ukur bahwa Kampung Mandomai termasuk kampung tua. Di Mandomai Hulu juga terdapat anak sungai Kapuas yang dianggap keramat oleh warga setempat yaitu Sungai Garantung, tetapi dengan seiring perkembangan zaman sungai tersebut sudah dianggap hal biasa bagi masyarakat setempat dan tidak begitu dianggap keramat lagi.

Mandomai bukanlah nama asli kampungnya, banyak versi mengenai nama Mandomai, ada yang mengatakan diberikan oleh orang - orang Banjar sebagai warga pendatang dimana Mandomai di ambil dari kata bahasa Dayak Ngaju " Mandui Mai " yang artinya " Ibu mandi " akibat orang - orang Banjar sering mendengar percakapan tersebut dari lisan orang Dayak, atas dasar itulah mereka memberi nama kampung Mandomai. Ada versi lain juga yang menyebutkan Mandomai diambil dari kata "Man = Aman" dan "Domai = Damai" apabila digabung Mandomai berarti Desa yang Aman Damai. Tapi banyak yang tidak mengetahui bahwa nama asli Mandomai  ialah Tacang Tangguhan.

Kini Mandomai  menjadi ibukota kecamatan Kapuas Barat, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, berbatasan langsung dengan Kabupaten Pulang Pisau. Mandomai membawahi beberapa Desa yaitu Desa Saka Mangkahai, Anjir Kalampan, Tumbang Umap, Pantai, Penda Katapi, Saka Tamiang dan masih banyak lagi yang lain. Sampai sekarang Mandomai masih dijadikan sebagai pusat pendidikan bagi warga sekitar Kecamatan Kapuas Barat dan sepanjang arah bantaran sungai Kapuas. Tapi meski hanya sebuah kecamatan, Mandomai juga memiliki berbagai fasilitas seperti layanan kesehatan, jaringan internet, jaringan seluler, listrik dan lain sebagainya yang sudah tersedia sejak lama, dan akses jalan dari ibukota Kabupaten menuju Mandomai pun sangat mudah. Mayoritas kepercayaan yang dianut oleh penduduk Kecamatan Kapuas Barat atau Mandomai pada khususnya adalah agama Islam, diikuti Kristen Protestan, Katolik, dan Kaharingan (Kepercayaan nenek moyang suku Dayak). Suku mayoritas di Mandomai adalah Dayak Ngaju ( Kapuas-Kahayan), Dayak Bakumpai, Dayak Ma'anyan, Banjar, Suku Jawa dan lain-lain.

 Foto Dayak Ngaju tahun 1800an

 Foto Jembatan Muara Anjir Mandomai sekarang


 Foto Sandung Tahutun Pantar 1735 diMandomai Hulu sekarang


 Kelurahan Mandomai sekarang dari tepi sungai Kapuas


 Warga Mandomai tahun 1890


 Foto Mesjid Jami Al Ikhlas tahun 1903


 Foto Mandomai Tempo dulu


 Mandomai Tempo dulu


Lewu Lanting "Kuburan Kepercayaan Kaharingan" kearah Hilir dari Mandomai Hilir

Sekilas tentang perjalanan hidup

Nama saya Faisal Iswandi S Muis, saya berasal dari Mandomai, Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah ( Indonesia). Provinsi yang sebagian besar wilayahnya masih berupa hutan dan terletak di tengah-tengah Pulau Borneo.

Semenjak kecil saya tinggal dan dibesarkan di Mandomai, sebuah Kecamatan di Kabupaten Kapuas. Saya terlahir dari keluarga yang sederhana, yang masih memegang adat istiadat Dayak Ngaju dan berlandaskan religi Islami. Mandomai adalah tempat yang banyak sekali menyimpan kenangan dan selalu akan menjadi bagian dalam perjalanan hidup saya yang takkan pernah terlupakan.

Tepat tanggal 16 Desember 1991, jam 23.00 WIB terlahirlah seorang anak yang bernama Faisal Iswandi S Muis bin H.Supardi Abdul Muis bin Abdul Muis Toeng bin Toeng. Ayah saya bernama H.Supardi Abdul Muis, SE, MSi yang merupakan anak asli Dayak Ngaju Mandomai, masih keturunan pendiri kampung Mandomai yaitu "Pangkalima Dambung". Gelar Pangkalima bagi suku Dayak Ngaju zaman dahulu berarti seorang pemimpin, kepala suku atau yang paling disegani. Ibu bernama Hj.Siti Fatimah yang merupakan anak dari salah satu pejuang kemerdekaan RI, yang bernama H.Hamzah Zambran Mahin. Kakek berasal dari Desa Kanamit, Kabupaten Pulang Pisau, Kal-Teng. Kakek berpangkat terakhir Sersan Mayor yang dianugerahkan oleh Presiden Soeharto karena jasa - jasa beliau dalam masa perjuangan. Kakek masih keturunan " Patih Rumbih " seorang tokoh asal Dayak Ngaju Kahayan yang sangat tersohor di Kalimantan Tengah. Saya mempunyai 2 orang saudara laki - laki yang bernama Ahmad Sofyan Apriady S Muis dan Rudiansyah S Muis.

Mulai dari masa TK, SD, SMP bahkan SMA, saya habiskan di Mandomai. Perjalanan sekolah saya di mulai dari TK Pertiwi, sebuah TK Negeri yang terletak di Mandomai. Di TK inilah saya diajari membaca, berhitung, menulis dan bernyanyi oleh guru-guru saya. 2 tahun lamanya saya bersekolah di TK ini dan pada tahun 1997 saya lulus dari TK Pertiwi.
Pada tahun 1997, dengan umur yang masih 5,5 tahun saya masuk Sekolah Dasar yaitu di SD Negeri Mandomai II, SD yang termasuk favorit di Mandomai. Disini saya banyak mengenal teman - teman baru yang pinter, lucu, usil dan nakal. 6 tahun lamanya saya bersekolah di SD ini, dan akhirnya pada tahun 2003 saya lulus dengan peringkat 10 besar. Meski tidak terlalu bagus, tapi saat itu saya merasa itu merupakan tingkat pencapaian saya yang paling bagus selama bersekolah di SD, karena waktu SD saya termasuk anak yang pemalas dan hobby main.

Tahun 2003, saya masuk SMP favorit di Mandomai yaitu SMP Negeri 1 Kapuas Barat, bertepatan dengan diterimanya Kakak tertua saya masuk Universitas Gajah Mada di YogyaKarta. Pada hari pertama MOS ( Masa Orientasi Siswa )  saya sudah mendapat hukuman dari guru karena datang terlambat. Setelah masa MOS berakhir dimulailah perjalanan hidup saya di SMP Negeri 1 Kapuas Barat. Di SMP inilah saya banyak mendapat teman baru yang datang dari berbagai Desa dan Kecamatan disekitar wilayah Mandomai, karena SMP Negeri 1 Kapuas Barat termasuk sekolah favorit yang letaknya di Kecamatan dan termasuk Sekolah Standart Nasional. Di SMP ini saya mulai giat belajar, aktif mengikuti les yang di berikan guru, aktif dalam kegiatan ekstrakulikuler maupun kegiatan lainnya. Hal ini pun terbayar dengan saya mendapatkan peringkat 1 di kelas mulai dari kelas 7 B, 8 B dan 9 D. Selain itu saya juga mendapatkan beasiswa prestasi, juara dalam lomba olah raga dan seni. Selain aktif dalam kegiatan Pramuka, saya juga aktif dalam kegiatan OSIS. Di Sekolah ini banyak sekali kenangan bersama teman-teman yang takkan terlupakan baik berupa canda tawa, dimarahi guru karena berisik, kejar-kejaran didalam kelas, lempar-lemparan kapur tulis, usil terhadap teman yang dianggap culun, bahkan sampai cinta monyet. Setelah 3 tahun bersekolah di SMP Negeri 1 Kapuas Barat, tahun 2006 saya lulus dari SMP dengan peringkat yang tidak mengecewakan orang tua.

Tahun 2006, saya masuk SMA yang juga termasuk Sekolah Standart Nasional dan letaknya pun masih di Mandomai, yaitu SMA Negeri 1 Kapuas Barat yang merupakan termasuk salah satu sekolah favorit di Kabupaten Kapuas.
Hari pertama masuk sekolah saya masuk di ruang kelas 10 C. Lazimnya para siswa baru, saya banyak berkenalan dengan teman-teman baru dengan berbagai macam karakter, mulai dari orangnya yang asyik, usil, kocak, hobby ngomong, hobby dandan sampai ada yang pendiam, culun, dan ada yang misterius (bakat-bakat untuk di bully). Masa SMA adalah masa yang paling indah, begitulah pepatah mengatakan dan itu memang benar. Pada masa-masa itu juga tingkat kenakalan meningkat, masa labil, ababil dan masa mencari jati diri.
Saat naik kelas saya masuk kelas 11 IPA 2, dimana yang namanya kelas IPA pasti banyak berkumpul orang-orang pintar dari masing-masing kelas waktu dikelas 10. Meski saya peringkat pertama waktu di kelas 10 C, namun saya banyak mendapat saingan yang tidak kalah pintarnya. Kegiatan-kegiatan sekolah seperti OSIS, Pramuka, PMR dan ekstrakulikuler lainya juga saya ikuti, selain itu saya juga aktif dalam perguruan pencak silat. Berbagai lomba juga saya ikuti mulai dari Olimpiade antar sekolah dan jenis lomba-lomba lainnya dan hasilnya tidak begitu mengecewakan. Prestasi tertinggi kami angkatan 2006 di SMA adalah berhasil mengantarkan sekolah SMA Negeri 1 Kapuas Barat menjadi juara 1 sekolah Terbersih dan UKS terbaik se-Kalimantan Tengah tingkat SMA, dan menjadi peringkat 10 besar di tingkat Nasional.
Di masa SMA inilah saya banyak mendapat kenangan indah bersama para sahabat, mulai dari main bareng, nongkrong, mengerjakan tugas dan masih banyak lagi, dan tentu tidak lupa kisah percintaan. Sahabat saya ketika SMA adalah Leo Upu Maleh, Khairul Mursalin, Gery natalio, Delvin Simange, Ade Adityawarman, Inceng, Lianto, Syahrial Effendy, Ahmad Prianto Rifansyah serta banyak lagi yang lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu.

Di hampir penghujung masa SMA, saya mencoba memberanikan diri untuk mendaftar di Universitas Negeri di Jawa. Dengan bermodalkan peringkat 1 dari kelas 10, 11 dan 12 saya mencoba peruntungan nasib untuk mengikuti Test Universitas Negeri di Jawa, meski awalnya tak yakin dengan kemampuan yg dimiliki untuk bersaing dengan siswa-siswa dari Jawa dan luar Jawa. Universitas yang salah pilih adalah Universitas Diponegoro yang terletak di kota Semarang, karena kakak kedua saya juga kuliah di Universitas ini di jurusan Teknik Planologi. Jurusan yang saya pilih adalah Pendidikan Dokter, meski awalnya saya sangat bercita-cita ingin menjadi seorang sarjana arsitek, tapi sering berubahnya pola pikir dan atas arahan orang tua maka Pendidikan Dokter lah yang saya pilih. Alhamdulillah, dengan tidak di sangka-sangka akhirnya saya di terima di fakultas Kedoteran Universitas Diponegoro Semarang. Begitu senang rasanya bisa menyenangkan hati kedua orang tua dan bangga bisa lolos test universites negeri dijawa.
Setelah beberapa minggu kemudian, tibalah masanya UAN (Ujian Akhir Nasional) yang mana nasib kami selama bersekolah di SMA di tentukan dengan UAN. Alhamdulillah dengan nilai terbaik kedua di seluruh angkatan, akhirnya saya lulus dari SMA dengan predikat nilai yang memuaskan dan seluruh siswa angkatan 2006 SMA Negeri 1 Kapuas Barat lulus 100%. Acara perpisahan pun di laksanakan yang menandakan berakhirnya masa SMA kami di Sekolah SMA Negeri 1 Kapuas Barat, terlihat haru, tawa canda, bangga, dan suka duka diwajah para teman dan sahabat, dimana kami semua harus berpisah dan pergi untuk melanjutkan pendidikan sesuai cita-cita yang kami inginkan.

Selanjutnya saya pergi meninggalkan kampung halaman saya di Mandomai, merantau ke tanah Jawa untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi lagi.  Perjalanan hidup saya, saya mulai kembali di kota Semarang, Jawa Tengah. Cita-cita saya selanjutnya adalah lulus menjadi seorang dokter umum tepat waktu, melanjutkan pendidikan program dokter spesialis, kembali ke Kal-Teng, membangun Kal-Teng  dengan menjadi seorang pendidik dan berprofesi sebagai dokter, dapat menjadi pemimpin di tanah leluhur sendiri yaitu di "Bumi Tambun Bungai". Salam Isen Mulang.




 

Postingan Lebih Baru

Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Mengenai Saya

Foto saya
Nama saya Faisal Iswandi S Muis. Saya berasal dari Mandomai, Kab. Kapuas dan sekarang tinggal di Kota Palangkaraya Kalimantan Tengah. Sewaktu SMA masih di Mandomai, alumni SMA Negeri 1 Kapuas Barat. Sekarang saya kuliah di Fakultas kedokteran/ jurusan dokter umum Universitas Diponegoro, Semarang.

Pengikut